musik dalam blog

SMASH musersgfm.com Ada Cinta musersgfm.com – brought to you by mBoX Drive

Free Mp3 Uploads at mBoX Drive

Senin, 28 Oktober 2013






BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Karya sastra dalam berbagai bentuk selalu memeberi makna tentang kehidupan. Hal ini dimungkinkan, karena karena karya sastra merupakan gambaran kehidupan manusia. Karya sastra merupakan bagian dari seni yang mengandung unsur kehidupan yang menimbulkan rasa senang, nikmat, terharu, menarik perhatian, dan menyegarkan perasaan penikmat.
Sebuah cipta sastra bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat (realitas-obyektif). Akan tetapi cipta sastra bukan hanya pengungkapan realitas obyektif itu saja. Di dalam karya sastra juga diungkapkan nilai yang lebih tinggi dan lebih agung dari sekedar realitas obyektif itu. Cipta sastra bukanlah semata-mata tiruan dari alam atau tiruan dari hidup akan tetapi ia merupakan penafsiran tentang alam dan kehidupan itu (Ensten, 1987: 8).
Novel adalah tulisan berupa karangan prosa yang panjang dan menceritakan sebuah kisah, yang menggunakan bahasa yang bebas dan panjang tidak terikat oleh aturan-aturan seperti dalam puisi. Cerita yang terdapat dalam novel ini nantinya akan melahirkan suatu konflik yang mengakibatkan adanya perubahan nasib pelakunya.
Dalam karya sastra, khususnya novel, senantiasa menyuguhkan konflik-konflik yang dialami tokoh-tokohnya. Konflik ini disuguhkan dengan berbagai kondisi yang menyertai tokoh, yang dengan imajinasi atau daya khayal pengarang serta keadaan lingkungannya.
Analisis struktural sebuah novel diambil dari istilah pendekatan struktural yang dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalisme praha. Yang mendapat pengaruh langsung dari teori Saussure yang mengubah studi liguistik dari pendekatan diakronik ke sinkronik. Studi linguistik tidak lagi ditekankan pada sejarah perkembangannya, melainkan pada hubungan antarunsurnya. Masalah unsur dak hubungan antarunsur erupaka hal yang penting dalam pendekatan struktural.
Analisis struktural karya sastra dalam hal ini Novel, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antarunsur novel yang bersangkutan. Mula-mula diidentifikasi dan dideskripsikan bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa, plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Setelah dijelaskan bagaimana fungsi-fungsi dari masing-masing unsur tersebut dalam menunjang makna keseluruhannya, dan bagaimana hubungan antarunsur itu sehingga secara bersama membentuk sebuah totalitas kemaknaan yang padu. Misalnya, bagaimana hubungan antara peristiwa yang satu dengan yang lain, kaitannya dengan pemplotan yang tak selalu kronologis, kaitannya dengan tokoh dan penokohan, dengan latar dan sebagainya.
Pada dasarnya, analisis struktural bertujuan memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antaraberbagai unsur karya sastra yang secara bersama menhasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis struktural tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi, misalnya plot, tokoh, latar, atau yang lain. Namun, yang lebih penting adalah menunjukkan bagaiman hubungan antarunsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang ingin dicapai.

1.2 Masalah
 Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Hasil  Analisis Struktural yang Kita Dapatkan dalam Novel Hakikat Karya M. Hilmi As’ad?”

1.3    Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut.
1.    Pembaca sebagai penikmat sastra akan lebih memahami unsur-unsur dalam sebuah novel utamanya unsur struktural novel.
2.    Bahan informasi bagi bahan peneliti lanjutan yang lebih relefan terhadap penelitian itu.
3.    Mampu melakukan analisis struktural terhadap karya sastra khususnya novel
4.    Sumbangan pemikiran terhadap bahan ajar sastra yang berkenaan dengan analisis struktural dalam karya satra khususnya novel.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA


2.1 Tokoh
Tokoh adalah pelaku dalam karya sastra dalam hal ini novel. Dalam karya sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama.
Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1994: 165), adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif. Atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang, ia haruslah merupakan seorang tokoh yang hidup secara wajar, sebagaimana kehidupan manusia yang terdiri dari darah dan daging, yang mempunyai pikiran dan perasaan. Kehidupan tokoh cerita adalah kehidupan dalam dunia fiksi maka ia haruslah bersikap dan bertindak sesuai dengan tuntutan cerita atas perwatakan yang disandangnya. Jika terjadi seorang tokoh bersikap dan bertindak secara lain dari citranya yang telah dogambarkan sebelumya, dan karenanya merupakan suatu kejutan, hal ini haruslah tidak terjadi begitu saja melainkan harus dapat dipertanggungjawabkan dari segi plot sehingga cerita tetap memiliki kadar plausibilitas. Atau, kalaupun tokoh itu bertindak secara aneh untuk ukuran kehidupan yang wajar maka sikap dan tindakannya haruslah tetap konsisten.
Nurgiantoro menjelaskan lebih lanjut bahwa pembagian tokoh dalam cerita dapat dilihat dari fingsi dan cara penampilannya. Berdasarkan funfsinya, tokoh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1)    Tokoh Sentral, adalah tokoh utama yang diceritakan dalam cerita. Tokoh sentral dibedakan menjadi:
a.    Tokoh utama atau protagonis yakni tokoh yang memegang peran pimpinan. Ia menjadi sorotan dalam cerita.
b.    Tokoh antagonis yakni tokoh yang menentang protagonis.
c.    Tokoh wirawan/wirawati dan antiwirawan.
2)    Tokoh bawahan, adalah tokoh tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang atau mendukung tokoh utama. Tokoh bawahan dibedakan menjadi:
a.    Tokoh andalan, yakni tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan protagonis yang dimanfaatkan untuk memberi gambaran yang terperinci mengenai tikoh utama.
b.    Tokoh tambahan, yakni tokoh yang tidak memegang peran penting dalam cerita, misalnya tokoh lataran.

Berdasarkan cara penampilan tokoh dalam cerita, tokoh dibedakan menjadi:
1)    Tokoh datar/sederhana atau pipih, yakni tokoh yang hanya diungkapkan salah satu segi wataknya saja. Watak tokoh datar sedikit sekali berubah. Termasuk di dalamnya adalah tokoh stereofit.
2)    Tokoh bulat/kompleks atau bundar, yakni tokoh yang wataknya kompleks, terlihat kekuatan dan kelemahannya. Ia mempunyai watak yang dapat dibedakan dengan tokoh-tokoh yang lain. Tokoh ini juga dapat mengejutkan pembaca, karena kadang-kadang dalam dirinya dapat terungkap watak yang tidak terduga sebelumnya.

Dari segi kejiwaan dikenal tokoh introvert dan ekstrover. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadaran. Tokoh ekstrovert ialah pribadi tokoh yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonis dan antagonis. Tokoh protagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Tokoh antagonis ialah tokoh yang tidak disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya pula.
Sami (1988: 12) mengemukakan bahwa ciri-ciri tokoh utama yaitu; (1) tokoh yang paling banyak terlibat dalam masalah pokok (tema) cerita, (2) tokoh yang banyak berinteraksi dengan tokoh lain, dan (3) tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Sedangkan tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang dan mendukung tokoh utama.
Beliau melanjutkan, tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa atau penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Realitas kehidupan manusia memang perlu dipertimbangkan dalam kaitannya dengan kehidupan tokoh cerita. Namun, haruslah disadari bahwa, hubungan antara tokoh fiksi dengan realitas kehidupan manusia tidak hanya berupa hubungan kesamaan saja, melainkan juga ada hubungan perbedaan. Tokoh manusia nyata memang memiliki banyak kebebasan, namun tokoh fiksi tidak pernah berada dalam keadaan yang benar-benar bebas. Tokoh karya fiksi hanyalah bagian yang terikat pada keseluruhannya, keseluruhan bentuk artistik yang menjadi salah satu tujuan penulisan fiksi itu sendiri.
Berdasarkan pengertian tentang tokoh yang telah diuraikan di atas ditambah dengan pengertian dari beberapa tokoh, maka dapat disimpulkan bahwa, tokoh adalah orang yang perperan dalam sebuah cerita fiksi, dimana tokoh ini terbagi menjadi beberapa jenis, tergantung dari penulis yang akan menempatkan tokoh yang satu pada jenis tokoh yang mana dan tokoh yang lainnya lagi pada jenis tokoh yang mana, dan begitu selanjutnya.

2.2 Alur
Alur adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita  yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.
Alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang menganggapnya sebagai yang terpenting diantara berbagaiunsur fiksi yang lain. Tinjauan struktural terhadap karya fiksi pun sering lebih ditekankan pada pembicaraan alur, walau mungkin mempergunakan istilah lain. Masalah lnearitas struktur penyajian peristiwa dalam karya fiksi banyak dijadikan objek kajian. Hal itu, misalnya, terlihat dalam kajian sintagmatik, dan kajian menurut pendekatan kaum formalis Reusia yang dipertentangkan (dan mencari kesejarahan) antara fabel dan sujet.
Forster (1970 (1927): 93) berpendapat bahwa alur adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya hubungan kausalitas. Selain itu, beliau juga berpendapat bahwa alur sebuah karya sastra memiliki sifat misterius dan intelektual. Alur menampilkan kejadian-kejadian yang mengandung konflik yang mampu menarik ataupun mencekam pembaca. Hal itu mendorong pembaca untuk mengetahui kejadian-kejadian berikutnya. Namun, tentu saja hal itu akan dikemukakan begitu saja secara sekaligus dan cepat oleh pengarang, melainkan, mungkin saja, disiasati dengan hanya ditututrkan sedikit demi sedikit.
Oleh karena sifanya yang bersifat misterius maka untuk memahaminya diperlukan kemampuan intelektual. Tanpa disertai adanya daya intelektual, menurut Forster, tak mungkin orang dapat memahami alur cerita dengan baik. Hubungan antarperistiwa, kasus, atau berbagai persoalan yang diungkapkan dala sebuah karya, belum tentu ditujukan secara eksplisit dan langsung oleh pengarang. Menghadapi struktur narasi yang demikian, pembaca diharapkan mampu menemukan sendiri hubungan-hubungan tersebut. Untuk karya-karya tertentu yang tak tergolong berstruktur alur yang ruwet dan kompleks, pemahaman terhadap aspek itu mungki tidak sulit. Namun, tidak demikian halnya dengan karya-karya yang lain yang berstruktur sebalinya.
Abrams (1981:137) mengemukakan bahwa alur sebuah karya fiksi erupaka struktur peristiwa-peristiwa, yaitu sebagaimana yang terlihat dalam pengurutan dan penyajian berbagai peristiwa tersebut untuk mencapai efek emosional dan efek artistik tertentu. Penyajian peristiwa-perisriwa itu, atau secara lebih khusu aksi ‘actions’ tokoh baik yang  verbal maupun nonverbal, dalam sebuah karya bersifat linear, namun antara peristiwa-peristiwa yang dikemukakan sebelumnya dan sesudahnya belum tentu berhubungan langsung secara logis-bersebab-akibat. Pertimbangan dalam pengolahan struktur cerita, penataan peristiwa-peristiwa, selalu dalam kaitannya pencarian efek tertentu. Misalnya, ia dimaksidka untuk menjaga suspense cerita, untuk mencari efek kejutan, atau kompleksitas srtuktur.
Stanton ( dalam Nurgiantoro, 1994:133) mengemukakan bahwa alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang sati disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain. Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan dari pada urutan waktu saja belum merupaka alur. Agar menjadi sebuah alur, peristiwa-peristiwa itu haruslah diolah dan disiasati dengan kreatif. Sehingga, hasil pengolahan dan penyiasatan itu sendiri merupakan sesuatu yang menarik dan indah, khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi secara keseluruhan.
Alur setiap cerita berbeda-beda, namun pada dasarnya alur mengandung aspek-aspek seperti situasi awal, pengmbangan cerita, klimaks, dan penyelesaian. Memahami alur merupaka hal yang sangta penting karena dala setiap tahapanalur sebenarnya terkandung semua aspek yang berbentuk fiksi. Tahapan alur dibentuk oleh satu-satunya peristiwa. Setiap peristiwa selalu memiliki latar tertentu dan selalu menampilkan sesuatu tertentu pula.
Menurut Sami (1988: 45) alur adalah struktur rangkaian kejadian dalam sebuah cerita yang disusun sebagai interelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan-urutan bagian dalam keseluruhan fiksi. Dengan demikian alur meruapakan perpaduan unsur yang membangun cerita.
Menurut Suharianto (1982: 28) alur adalah cara pengarang menjalin kejadian-kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh.
Selanjutnya, Suharianto menyebutkan bahwa alur terdiri atas lima bagian, yaitu (1)
Pemaparan atau pendahuluan, yakni bagian cerita tempat pengarang mulai melukiskan suatu keadaan yang merupakan awal cerita, (2) penggawatan, yakni bagian yang melukiskan tokoh-tokoh yang terlibat dalam cerita mulai bergerak. Mulai bagian ini secara bertahap terasakan adanya konflik dalam sebuah cerita. Konflok itu dapat terjadi antara tokoh dan tokoh, antara tokoh dan masyarakat sekitar, atau antara tokoh dan nuraninya sendiri, (3) penanjakan, yakni bagian cerita yang melukiskan konflik-konflik seperti yang disebutka di atas mulai memuncak, (4) puncak atau klimaks, yakni bagian yang melukiskan peristiwa sampai puncaknya, (5) peleraian, yakni bagian cerita tempat pengarang memeberikan pemecahan dari semua peristiwa yang telah terjadi dalam cerita atau bbagian.
Dilihat dari penyusunan bagian-bagian alur tersebut, alur cerita dapat dibedakan menjadi alur lurus, alur sorot balik (falsh back), dan alur campuran. Disebut alur lurus apabila cerita disusun mulai dari awal diteruskan dengan kejadian-kejadian berikutnya dan berakhir dengan pemecahan masalah. Apabila cerita disusun sebaliknya, yakni dari bagian akhir dan bergerak ke muka menuju titik awal cerita disebut alur sorot balik. Sedangkan alur campuran yakni gabungan dari sebagian alur lurus dan sebagian alur sorot balik tetapi keduanya dijalin dalam kesatuan yang padu sehingga tidak menimbulkan kesan ada dua buah cerita atau peristiwa yang terpisah, baik waktu maupun tempat kejadian. (Suharianto 1982: 29).
Dalam sebuah alur cerita, ada yang namanya tahapan alur. Tahapan tersebut yakni:
1.    Tahap Awal. Tahap ini biasanya disebut sebagai tahap perkenalan. Tahap perkenalan pada umumnya berisi sejumlah informasi penting yang berkaitan dengan berbagai hal yang akan dikisahkan pada tahap-tahap berikutnya. Misalnya berupa alam, waktu kejadiannya (misalnya ada kaitannya dengan waktu sejarah), dan lain-lain, yang pada garis besarnya berupa deskripsi setting. Selain itu, tahap awal juga sering dipergunakan untuk poengenalan tokoh-tokoh cerita, mungkin berwujud deskripsi fisik, bahkan mungkin juga telah disinggung (walau secara implisit) perwataknya.
Fungsi pokok tahap awal (pembukaan) sebuah cerita adalah untuk memeberikan informasi dan penjelasan seperlunya khususnya yang berkaitan dengan pelatar dan penokohan
2.    Tahap Tengah. Tahap ini dapat pula disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegang. Konflik yang dikisahkan itu dapat berupa koflik internal, konflik yang terjadi dalam diri seorang tokoh, konflik eksternal, konflik atau pertentang yang terjadi antartokoh cerita, antara tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Pada tahap inilah konflik berkembang semakin meruncing, menegangkan dan mencapai klimaks, dan pada umumnya tema pokok, makna pokok cerita diungkapkan.
3.    Tahap Akhir. Tahap ini disebut juga tahap peleraian, menampilkan adegan tertentu sebagai akibat klimaks. Jadi, bagian ini bisa berisi bagaimana penyelesaian yang bersifat tertutup menunjuk pada keadaan akhir sebuah karya fiksi yang memang sudah selesai, cerita sudah selesai sesuai dengan tuntutan logika cerita yang dikembangkan. Sesuai dengan logika cerita itu pula para tokoh cerita telah menerima “nasib” sebagaimana peran yang disandangnya.

Selain tiga tahapan di atas, terdapat pula tahapan alur dalam rincian lain. Yakni:
1.    Tahap Situation (tahap penyituasian), tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. Tahap ini merupaka tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal, dan lain-lain yang terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita yang dikisahkan pada tahap berikutnya.
2.    Tahap Generating circumstances (tahap pemunculan konflik). Pada tahap ini, masalah dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik, dan konflik itu sendiri akan berkembang atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya. tahap pertama dan kedua pada pembagian ini, tampaknya, berkesuaian dengan tahap awal pada penahapan seperti yang dikemukakan di atas.
3.    Tahap rising action (tahap peningkatan konflik). Pada tahap ini, konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya kemudian berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi yang menjadi inti cerita semakin mencekam dn menegangkan. Konflik-konflik itu terjadi, internal, eksternal, ataupin keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antarkepentingan, masal, dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tak dapat dihindari.
4.    Tahap climax (tahap klimaks). Pada tahap ini, pertentangan yang telah terjadi pada tahap sebelumnya kini sampai pada puncak pertentangan itu sendiri. Kliomaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadinya konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin akan memiliki lebih dari satu klimaks, atau paling tidak dapat ditafsirkan demikian.
5.    Tahap denouement (tahap penyelasian), tahap yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan dikendorkan. Konflik-konflik yang lain, sub-subkonflik, atau konflik-konflik tambahan jika ada, juga diberi jalan keluar, cerita diakhiri.

Dari berbagai uraian di atas, mulai dari pengertian alur menurut beberapa ahli, sampai dengan pembagian dari alur itu sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa alur adalah jalinan peristiwa secara beruntutan dalam cerita dengan memperhatikan hubungan sebab akibat sehingga cerita itu merupakan kesatuan yang padu, bulat dan utuh. Pada sebuah alur ada beberapa tahapan rangkaian peristiwa yang terjalin melalui satu kisah. Tahap tersebut pada intinya merupakan awal cerita, pertengahan yang memunculkan klimaks dan kemudian bagian akhir cerita yang merupaka selesaian dari sebuah klimaks.

2.3 Latar
Berhadapan dengan sebuah karya fiksi, pada hakikatnya kita berhadapan dengan sebuah dunia, dunia dalam kemungkinan, sebuah dunia yang sudah dilengkapi dengan tokoh penghuni dan permasalahan. Namun, tentu saja, hal itu kurang lengkap sebab tokoh dengan berbagai pengalaman kedupannya itu memerlukan ruang lingkup, tempat dan waktu, sebagaimana halnya kehidupan manusia di dunia nyata. Dengan kata lain, fiksi sebagai sebuah dunia, di samping membutuhkan tokoh, cerita, dan alur, juga perlu latar.
Penggambaran suatu latar dalam cerita bersifat logis, pembaca akan merasakan keutuhan dan kenikmatan untuk dapat menentukan kualitas makna yang terkandung dalam cerita. Boleh jadi penempatan latar dapat membawa pembaca menuju kekaruan, apabila pengarang tidak mampu menyatukan dengan unsur-unsur lain. Kehadiran latar tidak dapat dipaksakan dalam pemilikannya, karena dapat menjadi penyebab untuk tidak tertariknya pembaca dalam membangkitkan daya minat baca sebuah karya sastra.
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkingan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams, 1981: 175).
Menurut Wiyanto (2005: 82) latar atau setting adalah tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Selanjutnya, Nurgiantoro (1994: 217) menyebutkan bahwa latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas.
Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah aungguh-sunggu ada dan terjadi. Setting bukan hanya menunjukkan tempat dan waktu tertentu tetapi juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada macam debunya, pemikiran rakyatnya, kegilaan mereka, gaya hidup mereka, kecurigaan mereka dan sebagainya (Sumardjo, 1986: 76).
Selain itu, Suharianto (1982: 33) mengemukakan bahwa latar disebut juga setting: yaitu tempat atau waktu terjadi cerita. Waktu terjadi cerita dapat semasa dengan kehidupan pembaca dan dapat pula sekian bulan, tahun, atau abad yang lalu. Tempat terjadinya peristiwa dapat di suatu desa, kantor, daerah, bahkan negara mana saja.
Wiyanto (2005: 82) menyebutkan bahwa latar atau setting mencakup tiga hal, yaitu setting tempat, setting waktu, dan setting suasana.
1)    Setting Tempat
Setting tempat adalah tempat peristiwa itu terjadi. Sebuah peristiwa dapat terjadi di halaman rumah, ruang tamu, di kamar belajar, atau demana saja.
2)    Setting Waktu
Setting waktu adalah kapan peristiwa itu terjadi. Sebuah peristiwa dapat saja terjadi pada masa sepuluh tahun yang lalu, zaman Majapahit, zaman revolusi fisik, atau zama sekarang.
3)    Setting Suasana
Peristiwa itu terjadi dalam suasana apa? Suasana ada dua macam, yaitu suasana batin dan suasana lahir. Yang termasuk suasana batin, yaitu perasaan bahagia, sedih, tegang, cemas, marah, dan sebagainya yang dialami oleh pelaku. Sementara yang termasuk suasana lahir ialah sepi (tak ada gerak), sunyi (tak ada suara), senyap (tak ada suara dan gerak). Romantis, hirukpikuk, dan lain-lain.

Sumardjo (1996: 76) juga menyatakan bahwa latar atau setting dalam prosa fiksi dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu: (1) latar alam (geography setting), yang di dalamnya menggambarkan tempat/lokasi peristiwa yang terjadi dalam alam ini, (2) latar waktu (temporal setting), di dalamnya menggambarkan kapa peristiwa itu terjadi, jam berapa, musin apa dan sebagainya, (3) latar sosial (social setting), di dalamnya menggambarkan lingkungan sosial mana peristiwa itu terjadi, dan (4) latar ruang (spatial setting), latar yang menggambarkan ruang peristiwa itu berlangsung, apakah di dalam kamar atau di ruang pesta, atau sebagainya.
Dari pendapat tersebut dapa disimpulkan bahwa latar (setting) adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan tempat, waktu, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar atau setting terbagi atas beberapa macam, yaitu latar waktu, tempat, (alam atau ruangan), suasana, dan latar sosial.

BAB III
METODE


3.1 Data dan Sumber Data
Data
Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data tertulis berupa unsur yang menggambarkan struktur cerita dalam novel Hakikat karya M. Hilmi As’ad yang meliputi tokoh, alur, dan latar.
Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Hakikat karya M. Hilmi As’ad yang diterbitkan oleh Diva Press tahun 2009, tebal buku 366 halaman.
3.2 Teknik Analisis Data
Penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan structural  yaitu menelaah unsur-unsur struktur yang membangun dari dalam karya sastra. Pendekatan struktural memandang karya sastra sebagai suatu karya yang bersifat otonom dan dapat berdiri sendiri. Struktural dijelaskan melalui aspek intrinsik yang membangun karya sastra. Hal ini sesuai dengan masalah utama dalam analisis ini, yaitu struktur cerita dan konflik dalam novel Hakikat karya M. Hilmi As’ad. Dalam menggunakan pendekatan struktural, penganalisis mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan struktur cerita serta fungsi dan hubungan konflik sebagai obyek analisis dengan unsur intrinsik yang dianggap berhubungan erata dengan konflik-konflik yang ada dalam novel.
Selengkapnya, teknik analisis data yang dimaksudkan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1)    Identifikasi data, artinya data yang sudah ada diberi kode (tanda tertentu) sesuai dengan permasalahan penelitian
2)    Klasifikasi data, yaitu menhklasifikasikan atau mengelompokkan data berdasarkan ruang lingkup.
3)    Deskripsi data, yaitu pemaparan data yang telah ditafsirkan ke dalam bentuk paparan kebahasaan.
4)    Interpretasi data, yaitu penafsiran terhadap data yang telak dikelompokkan.


BAB IV
PEMBAHASAN


4.1 Tokoh Cerita dalam Novel Hakikat Karya M. Hilmi As’ad
Tokoh atau pelaku cerita dalam novel Hakikat karya M. Hilmi As’ad berdasarkan fungsi tokohnya dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu tokoh utama, tokoh bawahan, tokoh antagonis, tokoh datar, tokoh bulat, dan tokoh tambahan.
4.1.1 Nama Tokoh dalam Novel Hakikat
Sebelum penulis mendeskripsikan fungsi dari beberapa jenis tokoh di atas, maka terkebih dahulu penulis akan memnyebutkan siapa-siapa saja tokoh yang terlibat dalam novel Hakikat karya M. Hilmi As’ad tersebut. Adapun nama-nama tokohnya sebagai berikut: Rona, Anita, Marham, Bu Sofi, Cak Ayub, Avin, Wahidin dan Tia, Aap, Pak umaro’, Om Salman, Tante Wanda, Lely, Handi, Ipul, Hilda, Bowo, Aryo, Mbah Mukrimin, Ustadz haibat, Mbah Fajar, Gus Nahrul, Anton, Pak Nabil, Shofi, H. Soleh, Mir’atul, Diana, febri, Wildan kholid, Man (pegawai willy), Afifa, Nanang Qosim, dan Bu Jihara.
4.1.2 Pembagian Fungsi Tokoh dalam Novel “Hakikat”.
a.    Tokoh Utama. Sugira Wahid (1997: 76) menyatakan bahwa tokoh utama adalah tpkoh yang memegang peranan utama dan menjadi pusat sorotan di dalam intensitas keterlibatannya dalam suatu cerita.
Shipley dalam Mardiyanto, dkk (2000: 6) menyatakan bahwa ciri tokoh utama adalah: (1) tokoh yang paling banyak terlibat dalam masalah pokok (tema) cerita, (2) tokoh yang banyak brinteraksi dengan tokoh lain, (3) tokoh yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Berdasarkan ciri tersebut maka yang dapat dikategorikan sebagai toko utama dalam Novel hakikat karya M. Hilmi As’ad adala Rona dan Marham. Rona dan Marhan dikategorikan sebagai tokoh utama karen Rona dan Marham adalah tokoh yang paling berperan penting dalam cerita novel tersebut.
b.    Tokoh Bawahan. Sugira wahid (1997: 76) menyatakan bahwa tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral kedudukannya dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan untuk menunjang dan mendukung tokoh utama. Berdasarka pengertian di atas, maka tokoh bawahan dalam novel Hakikat karya M. Hilmi As’ad adalah Anita, Bu Sofi, Cak Ayub, Avin, Wahidin dan Tia, Aap, Pak umaro’, Om Salman, Tante Wanda, Lely, Handi, Ipul, Hilda, Bowo, Aryo, Mbah Mukrimin, Ustadz haibat, Mbah Fajar, Gus Nahrul, Anton, Pak Nabil, Shofi, H. Soleh, Mir’atul, Diana, febri, Wildan kholid, Man (pegawai willy), Afifa, Nanang Qosim, dan Bu Jihara. Alasan mengapa tokoh cerita tersebut dikategorikan sebagai tokoh bawahan adalah karena tokoh-tokoh tersebut sangat diperlukan kehadirannya untuk menunjang dan membantu tokoh utama.
c.    Tokoh Antagonis. Tokoh ini adalah tokoh yang menentang tokoh protagonis atau tokoh utama. Berdasarkan isi novel yang telah dibaca oleh penulis, terlebih dengan hadirnya tokoh-tokoh cerita dalam novel tersebut dengan berbagai karakter yang mereka miliki, maka dapat disimpulkan bahwa tokoh yang berperan sebagai tokoh antagonis adalah Aryo. Alasannya adalah karena tokoh Aryo adalah sosok yang yang tidak bisa menerima ketika dia ditinggalkan oleh seseorang dalam hal ini adalah Rona, sementara sebelumnya diaah yang mencampakkan Rona (tokoh utama).
d.    Tokoh Datar, yakni tokoh yang hanya diungkapkan salah satu segi wataknya saja. Watak tokoh datar sedikit sekali berubah. Berdasarkan pengertiannya maka tokoh datar yang terdapat dalam novel Hakikat karya M. Hilmi As’ad adalah Anita, Bu Sofi, Cak Ayub, Avin, Wahidin dan Tia, Aap, Pak umaro’, Om Salman, Tante Wanda, Lely, Handi, Ipul, Aryo, Mbah Mukrimin, Ustadz haibat, Mbah Fajar, Anton, Pak Nabil, Shofi, H. Soleh, Mir’atul, Diana, febri, Wildan kholid, Man (pegawai willy), Afifa, Nanang Qosim, dan Bu Jihara.
e.    Tokoh Bulat, yakni tokoh yang wataknya kompleks, terlihat kekuatan dan kelemahannya. Ia mempunyai watak yang dapat dibedakan dengan tokoh-tokoh yang lain. Tokoh ini juga dapat mengejutkan pembaca, karena kadang-kadang dalam dirinya dapat terungkap watak yang tidak terduga sebelumnya. Berdasarka pengertiannya maka tokoh bulat yang terdapat dala novel Hakikat karya M. Hilmi As’ad adalah Rona, Marham, Hilda, Bowo, Aryo, dan Gus Nahrul.


4.1.3 Karakter Tokoh Dalam Novel “Hakikat”
Setelah mendeskripsikan fungsi tokoh, maka sekarang penulis akan mendeskripsikan karakter dari masing-masing tokoh tersebut. Karakter tokoh adalah penggambaran tokoh melalui sifat-sifat, sikap, dan tingkah laku tokoh dalam cerita (Sumardjo dala Sugira. 1997: 76). Menurut Sugira Wahid (1997: 77) ada beberapa cara yang digunakan untuk memahami watak pelaku atau pribadi tokoh cerita, yaitu:
1.    Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.
2.    Gambaran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupannya maupun cara berpakaian.
3.    Menunjukkan bagaimana perilakunya.
4.    Melihat bagaimana tokoh itu bercerita tentang dirinya sendiri.
5.    Memahami bagaimana jalan ceritanta.
6.    Melihat bagaimana tokoh lain bercerita tentangnya.
7.    Melihat bagaimana tokoh lain berbincang dengannya.
8.    Melihat bagaimana tokoh-tokoh lain itu memberikan reaksi terhadapnya.
9.    Dan melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.

Dalam novel “Hakikat”, M. Hilmi As’ad sebagai pengarang mengambarkan sifat-sifat, sikap, dan tingkah laku tokoh sebagai berikut:
1.    Karakter Tokoh Rona
Rona memiliki karakter yang ingin selalu bisa percaya pada kekasihnya. Bukti ini dapat dilihat pada penggalan novel ini pada halaman 67 yang menyatakan “ Rona tersenyum lagi mendengar nasihat teman barunya itu. Ia tak percaya Marham akan begitu akan mudah tertarik pada perempuan lain. Bagi Rona, Marham itu tipe lelaki yang setia, terlebih latar belakangnya sebagai penjaga masjid. Perilakunya sopan, tutr katanya lembut, akhlaknya pun mulia”.

Selain itu, dia pun adalah anak yang selalu mendoakan orang tuanya, hal ini terbukti ketika ibunya pulang dia pun mendoakan ibunya. Bukti tersebut dapat dilihat pada halaman 49, berbunyi “selamat jalan Ibu. Semoga kau selamat dalam perjalanan doakan aku yang kini harus terpisah denganm karena hendak mencari ilmu di daerah orang. Sungguh, saat ini aku merasa kehilangan kasih syangmu Ibu”.

Disamping kedua karakter tersebut, Rona pun memiliki karakteryang mudah  terpengaruh. Bukti tersebut terdapat pada halaman 237 yang berbunyi “ setelah berdiskusi di Masjid, Rona kian bersimpati kepada Ustadz Haibat. Perasaan wajar yang semula bertengger di hatinya kini menjadi getar perasaan yang istimewa. Ada salut dan kagum  yang terselip di bilik hati Rona. Diam-diam, ia mulai membanding-bandingkan Ustadz Haibat dengan sosok kekasih sejatinya, Marham.”

2.    Karakter Tokoh Marham
Memiliki karakter yang mudah jatuh cinta pada wanita lain. Hal ini terbukti pada penggalan cerpen ini pada halaman 149 yang berbunyi “ Entahlah. Mengapa sejak mengenal Hilda, Marham malas menghubungi Rona. Sejujurnya, Hilda memang begitu menarik perhatian lelaki, bahkan sanggup mengisi lamunannya yang selama ini tercurah hanya untuk Rona. Bukan berarti Marham tak lagi mencintai Rona. Hanya saja, pacaran jarak jauh mulai menjenuhkan.”

3.    Karakter Tokoh Anita,
Memiliki karakter yang setia kawan. Hal ini dapat dibuktikan dari isi novel ini pada halaman 149 yang berbunyi “ waduh, aku nggak enak Hil. Dia itu pacar teman akrabku”.
Dan halaman 262 yang berbunyi “Marham menarik napas panjang. Pikirannya tiba-tiba melayang jauh ke Angkasa. Mengingat Rona nun jauh di sana. Namun, sebentar kemudian, wajah Rona menghilang, tergantikan oleh paras ayu dara yang kini berada di dekat Marham.
Entahlah. Mengapa sejak mengenal Hilda, Marham malas menghubungi Rona. Sejujurnya, Hilda memang begitu menarik perhatian lelaki itu, bahkan sanggup mengisi lamunannya yang selama ini tercurah hanya untuk Rona. Bukan berarti Marham tak lagi mencintai Rona. Hanya saja, pacaran jarak jauh mulai menjenuhkan.”

4.    Karakter Tokoh Bu Sofi
Memiliki karakter yang selalu ingin membuat anaknya bahagia dan selalu manesahati anaknya untuk kebaikan. Bukti dari karakternya itu terdapat pada halaman 49 yang berbunyi “Selamat tinggal, Anakku. Semoga engkau rela berpisah denganku, seperti aku ikhlas melepasmu untuk menuntut ilmu. Ingatlah anakku, aku selalu berdoa untukmu. Semoga kau selalu mendapat perlindingan dari Sang Maha Kuasa. Semoga kau selalu mendapat petunjukNya di mana pun kau berada. Amiiin.”

5.    Karakter Tokoh Cak Ayub
Memiliki karakter selalu membantu orang lain. Hal tersebut dapat dilihan pada penggalan novel ini di halaman 19 “Di rumah Cak Ayub yang berjarak sekitar lima rumah dari rumah Rona, gadis itu segera mengutarakan maksudnya. Cak Ayub tanpa basa-basi langsung bersiap menuju rumah Rona.”

6.    Karakter Tokoh Avin
Memiliki karakter yang sama dengan Cak Ayub. Hal ini terbukti ketika ia diajak oleh Cak Ayub untuk membantu Cak Ayub memperbaiki antena tv Rona, dia pun langsung bersedia”.

7.    Karakter Tokoh Aryo
Memiliki karakter jika dia menginginkan sesuatu maka harus terpenuhi. Dan jika tidak, dia akan menggunakan cara apa saja, termasuk cara yang tercela sekalipun seperti berdukun. Dan inilah cara yang dilakukannya ketika ingin meraih kembali cinta Rona. Bukti karakter tersebut dapat dilihat pada halaman 74 “Bagaimana sih Mbah Dukun Mukrimin itu? Kenapa tak ada tanda-tanda Rona mau kembali? Apa jampi-jampinya tidak manjur, Wo?”

Selain karakter di atas, dia pun memiliki karakter tidak mau mengikuti nasihat baik dari orang lain. “apanya yang lain, Wo? Percuma sembahyang kalau tetap kere.”

8.    Tante Wanda
Memiliki karakter selalu memberi nasehat, baik. Hal ini terbukti dari isi penggalan novel tersebut berbunyi “Jadi, kamu jangan hanya mengandalkan kecantikanmu saja, Na. Andalkan kemampuan intelektual dirimu! Jangan lupa andalkan juga akhlaqul karimah yang kamu miliki!”

9.    Karakter Tokoh Om salman
Memiliki selalu menasehati tentang kebaikan. Bukti karakternya itu terdapat pada halaman 44, yang berbunyi “Pokoknya, hati-hati saja, Na. Harus ada rem yang kuat. Kalau kebablasan, nanti ya nubruk. Tapi, lebih baik nggak usah pacaran daripada mendekati dosa! Sulit memang. Tapi, justru sulitlah yang nanti akan membawa kemudahan.”

10.    Karakter Tokoh Bowo
Memiliki karakter yang setia, dalam hal ini setia pada majikannya. Bukti karakternya itu terdapat pada halaman 74, yang berbunyi “sudahlah, Bos! Kalau memang masih mencintai Rona, berarti itu satu-satunya jalan untuk mewujudkan impian Bos agar jadi kenyataan.”

11.    Karakter tokoh Mbah Mukrimin
Memiliki karakter ingin membantu orang lain. Misalnya, ketika orang lain membutuhkan bantuannya tentang hal percintaan maka dia akan membantu meskipun caranya itu bukanlah cara yang tepat. Bukti karakternya itu terdapat pada halaman 82, yang berbunyi “Jangan khawatir! Semua masih bisa diatasi. Mumpung sekarang mereka berdua belum terlalu akrab, kita harus segera bertindak.”

12.    Karakter Tokoh Gus Nahrul
Seseorang yang memiliki karakter gemar mebantu orang lain untuk mendapatkan kembali cintanya, namun caranya itu lain dari dukun yang kebanyakan. Dia menggunakan cara yang lain. Saat memberikan bantuan kepada orang lain, dia mngarahkan orang lain tersebut ke arah yang baik. Bukti karakternya itu terdapat pada halaman 105, yang berbunyi “doa ini harus dibaca setelah shalat lima waktu. Jangan sampai lupa! Kamu haru membacanya dengan istiqomah”.

13.    Karakter Tokoh Mbah Fajar
Memiliki karakter sifat yang sombong. Bukti karakternya itu terdapat pada halaman 116, yang berbunyi “Itu sudah jelas, Nak. Kalau istrinya banyak, apalagi cantik semuanya, itu pertanda bahwa iatak sulit untuk mencari wanita buat dirinya sendiri. Dan, tentu saja akan mudah mencarikan orang lain yang minta tolong padanya. Lha, kalau nyari buat dirinya sendiri saja nggak bisa, apalagi kalau belum menikah, bagaimana bisa mencarikan untuk orang lain? Iya, kan?
14.    Karakter tokoh Ustadz Haibat
Seseorang yang selalu bersikap optimis tentang apa yang diinginkannya, hal ini terbukti ketika dia menginginkan rona, maka dia pun selalu optimis bahwa Rona akan bisa menerimanya.

Selain karakter di atas, dia pun memiliki karakter yang hanya mau mencintai yang menurutnya sempurna, tanpa cacat sedikitpun. Karakter ini terbukti ketika ada wanita yang disukainya, namun ketika wanita yang disukainya itu terlihat sifat tercelanya, maka dia pun akan meninggalkan wanita itu.

15.    Karakter Tokoh Handi
Humoris, mudah jatuh cinta. Hal ini terbukti ketika dia bertemu dengan Anita, maka diapun langsung merasakan ada simpati pada Anita.

16.    Karakter Tokoh Ipul
Humoris. Tingkat persahabatannya tinggi.

17.    Karakter Tokoh Lely
Memiliki karakter  sifat selalu mempengaruhi orang lain. Hal ini terbukti ketika dia mengatakan pada Rona untuk tidak terlalu mencintai pacar, apalagi jika dia jauh di mata, Rona pun sedikit terpengaruh oleh kata-katanya.

18.    Karakter Tokoh Tono
Suka menyemangati. Hal ini terbukti ketika Ustadz Haibat merasa bahwa dia tidak pantas untuk Rona karena Rona sudah punya kekasih, maka Tono pun mengatakan pada Ustadz Haibat bahwa Rona kan masih pacaran, berarti masih ada kesempatan untuk Ustadz Haibat untuk mendekati Rona.

19.    Karakter Tokoh Hilda
Memiliki karaktr sifat mudah menaruh simpati pada seseorang, hal ini terbukti ketika dia mengenal Marha, maka tidak membutuhkan lama baginya untuk menyukai lelaki itu.

Selain karakter di atas, dia pun memiliki karakter untuk tidak tega merebut kekasih orang lain meskipun itu menyakitkan baginya, hal ini terbukti ketika dia mecintai Marham namun dia tahu bahwa Marham telah memiliki kekasih, maka dia rela menahan perasaannya.

20.    Karakter Tokoh Nanang Qosim
Setia kawan. Hal ini terbukti ketika Marham pergi ke rumahnya, dia pun melayani Marham dengan sangat baik, sama ketika mereka masih bersahabat dulunya.

21.    Bu Jihara
Baik pada siapa sj.

22.    Man
Patuh pada atasan.


4.2 Alur Cerita dalam Novel Hakikat Karya M. Hilmi As’ad
4.2.1 Sekuen
1. Rona dan Anita memandang keindahan mentari senja hari.
2. pemandangan indah itu mengingatkan Rona pada masa lalu.
3. Anita membayangkan kebersamaan dengan Aryo.
4. Anita bertanya pada Rona
5. Rona menjawab pertanyaan Anita
6. Anita dan Rona menyantap Bakso
7. Rona memandang sungai dengan hati damai
8. Rona memperhatikan para nelayan
9. Anita dan Rona bercerita tentang kehidupan dan tuntutannya.
10. Rona berkata, hidup harus seimbang.
11. Anita bertanya bagaimana rasanya pacaran jarak jauh.
12. Rona menjawab pertanyaan Anita.
13. Rona dan Anita membahas tentang pacaran jarak jauh Rona dan Marham.
14. Rona dan Anita bercerita tentang Wahidin dan Aditya.
15. Anita menanyakan Aryo pada Anita.
16. Rona mendadak memasang wajah benci ketika mendengar nama Aryo disebut.
17. Rona bertanya pada Anita kenapa Anita tidak pacaran.
18. Anita menjawab pertanyaan Rona.
19. Rona bangga dengan sikap Anita yang teguh pada pendirian.
20. Anita dan Rona pulang ke rumah masing-masing.
21. Sampai rumah Rona langsung mengambil air wudhu.
22. Setelah shalat Rona langsung merebahkan tubuhnya ke Kasur.
23. Ibu Rona pulang dari Masjid.
24. Ibu Rona bertanya pada Rona apakah Rona sudah makan.
25. Rona menjawab pertanyaan Ibunya bahwa Ia belum makan.
26. Rona ke rumah Cak Ayub untuk meminta bantuannya.
27. Cak Ayub bersedia membantu Rona.
28. Cak Ayub ke Rumah Rona.
29. Cak Ayub dan Avin meemperbaiki antena TV Rona.
30. Setelah memperbaiki antena TV Rona, Cak Ayub dan Avin diajak makan oleh Rona.
31. Setelah makan, mereka duduk-duduk sambil bercerita tentang Wahidin dan Adit.
32. Cak Ayub mengisap rokok.
33. Rona menasehati Cak Ayub agar tidak merokok.
34. Cak Ayub tidak menghiraukan nasehat Rona.
35. Bu Sofi mempersiapkan kayu bakar untuk menanak nasi yang sebentar akan dijualnya.
36. Rona menyiram Bunga.
37. Rona ke sekolah untuk melihat hasil yang dicapainya selama tiga tahun bersekolah di SMA.
38. Rona dan Anita berkerumun bersama murid-murid yang lain.
39. Kepala Sekolah mengajak semua murid dan jajaran guru untuk bersyukur.
40. para guru bediri di atas pentas untuk disalami oleh semua siswa yang baru saja lulus.
41. Semua murid meninggalkan sekolah.
42. Rona dan Anita berkonsultasi dengan Pak Umaro’, guru Bahasa Inggris
43. Pak Umaro’ menanyakan kemana Rona dan Anita akan lanjut ke Universitas mana.
44. Rona dan Anita menjawab pertanyaan Pak Umaro’
45. setelah berkonsultasi dengan pak Umaro’, Rona dan Anita pun pulang.
46. Rona bersiap-siap berangkat ke Jogja diantar oleh ibunya, Bu Sofi.
47. Rona dan Bu Sofi ke Terminal.
48. Rona dan Bu Sofi sampai ke Jogja.
49 Rona dan Bu Sofi dijemput oleh Om Salman dan tante Wanda.
50. Om salman mengajan Rona dan Bu Sofi untuk pergi makan dulu sebelum pulang ke rumah Om salman.
51. Om Salman, Tante Wanda, dan Bu Sofi bercerita tentang perubahan kota Jogja.
52. Tante Wanda bertanya pada Rona apakah Rona akan betah tinggal di Jogja.
53. Rona menjawab bahwa Ia belum bisa menjamin apakah dia akan betah atau tidak.
54. Om Salman meyakinkan bahwa Rona pasti akan betah tinggal di Jogja.
55. tante Wanda berkata, kalau Rona tidak betah pasti ada alasannya, alasannya itu mungkin karena rona sudah punya kekasih di Mojokerto.
56. Rona hyanya tersipu mendengar peryataan Tante wanda, Dia pun membayangkan Marham, Kekasihnya.
57. Rona, Bu Sofi, Om Salman, dan Tante Wanda pulang ke rumah.
58. Tante Wanda mengenalkan lely pada Rona.
59. Bu Sofi pulang ke Mojokerto.
60. Bu Sofi menasehati Rona sebelum Ia naik kereta.
61. Bu Sofi berangkat dengan doa untuk anaknya disertai deraian air mata.
62. Rona melepas kepergian ibunya dengan mendoakan ibunya namun air matanya tak bisa ditahannya.
63. Tante wanda dan Om Salman mengajak Rona untuk pulang ke rumah.
64. Lely mengantar Rona berkeliling Jogja.
65. Marham ke Mall bersama teman-temannya.
65. Marham bertemu dengan Anita.
66. Marham, Anita, Handi, Ipul, dan Hilda bercakap-cakap.
67. Marham, Handi, dan Ipul ke Toko buku.
68. Anita dan Hilda mencari baju.
69. anita mngirim sms pada Rona.
70. Rona membalas sms Anita.
71. Rona dan Anita membahas masalah pertemuan Anita dan Marham di Mall
72. Lely heran kenapa Rona senyum-senyum.
73. Rona memperlihatkan SMS Anita.
74. Lely mengetahui kalau Rona sudah punya kekasih.
75. Lely menasehati Rona agar hati-hati kalau pacaran jaraj jauh.
76. Rona mendengarkan nasehat Lely.
77. Aryo kecewa berat, karena harapannya untuk kembali memiliki Rona belum kesampean.
78. Aryo memanggil Bowo, sopirnya.
79. Bowo menghampiri Aryo.
80. Aryo bertanya pada Bowo, mengapa dukun yang dimintanya untuk mengembalikan Rona padanya belum juga ada hasil.
81. Ayo


DAFTAR PUSTAKA



Arya, Putu. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah.
Riyanto,Slamet. 2005. Pengantar Teori Sastra. Malang:________. ____________. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Riyanto,Slamet. 2005. Pengantar Teori Sastra. Malang:________.
___________. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang Puisi: Definisi Unsur-Unsurnya.___:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar