musik dalam blog

SMASH musersgfm.com Ada Cinta musersgfm.com – brought to you by mBoX Drive

Free Mp3 Uploads at mBoX Drive

Kamis, 24 Oktober 2013

MENENTUKAN BAHASA BERMAJAS DALAM PUISI KARYA TAUFIK ISMAIL





BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang dan Masalah
1.1.1 Latar Belakang
Puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra yang dapat di kaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat di kaji aspek dan unsur-unsurnya, mengikat bahwa puisi itu adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan sarana kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji jenis-jenis atau ragam-ragamnya, mengingat bahwa ada beragam-ragam puisi. Begitu juga, puisi dapat di kaji dari sudut pandang kesejarahannya, mengigat sepanjang sejarahnya dari waktu ke waktu puisi selalau di tulis dan  di baca orang. Sepanjang zaman puisi selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini mengigat hakikat puisi sebagai karya seni yang selalau terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan (inovasi) (teeeuw, 1980:12). Puisi selalu berubah-ubah sesuai dengan evolusi selera dan perubahan konsep estetiknya. Meskipun demikian orang tidak akan dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna.
Pengertian Puisi Menurut William Wordsworth (Situmorang, 1980:9) mengatakan bahwa puisi adalah peluapan yang spontan dari perasaan-perasaan yang penuh daya, memperoleh asalnya dari emosi atau rasa yang dikumpulkan kembali dalam kedamaian.
Puisi diciptakan untuk memberikan gambaran yang jelas  untuk menimbulkan suasana yang khusus, untuk membuat (lebih) yang hidup gambaran dalam pikiran dan pengindraan dan juga untuk menarik perhatian, penyair juga menggunakan gambaran-gambaran angan (pikiran) disamping alat kepuitisan yang lain.gambaran-gambaran dalam sajak disebut bahasa bermajas (figuratife languange). Majas ini digunakan untuk menciptakan unsur kepuitisan dan dimanfaatkan satu sarana kebahasaan lainnya, dalam hal ini bahasa bermajas. Bahkan, bahasa sajak identik dengan bahasa bermajas. 
Sastra adalah cabang ilmu yang mengalami perkembangan sejalan dengan perputaran waktu yang terjadi karena manusia semakin sadar akan arti pentingnya sastra. Sastra sebagai pengungkapan dari apa yang telah di saksikan orang dalam kehidupan, apa yang telah direnungkan orang dalam kehidupan dan dirasakan orang mengenai segi-segi kehidupan.
Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu.
Sebuah cipta rasa bersumber dari kenyataan-kenyataan yang hidup dalam masyarakat (realitas-objek). Akan tetapi, cipta rasa bukan hanya pengungkapan realitas obyektif saja. Di dalam karya sastra juga di ungkapkan nilai yang lebih tinggi dan yang lebih agung dari sekedar realitas obyektif itu. Cipta rasa bukanlah semata-mata tiruan daripada alam (imitation of nature) atau tiruan
 daripada hidup (imitation of life) akan tetapi ia merupakan penafsiran tentang alam dan kehidupan itu (Esten, 1987:8).
    Taufiq Ismail adalah seorang sastrawan indonesia yang telah banyak menyumbangkan pikiranya lewat karya sastra khususnya puisi. Karya puisi yang di ciptakanya telah banyak. Karya-karya yang akan di kaji di antaranya,” Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf, Adakah Suara Cemara, Api Menyiram Hutan, Menunggu Itu, dan resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam. Dalam puisi Taufiq Ismail tidak lepas dari majas untuk membuat suasana khusus, agar dapat menarik perhatian.
    Berdasarkan hal inilah, maka penulis tertarik unutuk mengkaji bahasa bermajas dalam lima puisi karya Taufiq Ismail karena puisi tersebut mengandung tema yang berbeda, selain itu masing-masing puisi tersebut mangandung majas yang berbeda, sehingga dapat dibedakan antara majayang satu dan yang lainya.
Mengangkat judul bahasa bermajas dalam lima puisi karya Taufiq Ismail dimaksudkan untuk mengetahui gambaran angan yang dihadirkan pengarang lewat karyanya disamping itu pula diharapkan dapat memberi kemudahan bagi muatan Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan indikator siswa mampu menangkap isi puisi seperti gambaran pengindraan, perasaan, dan pendapat.

1.1.2 Masalah
 Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah “majas-majas apa saja yang terdapat dalam lima  puisi karya Taufiq Ismail?”

1.2    Tujuan dan Manfaat penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.    Pembaca sebagai penikmat sastra akan akan lebih memahami bahasa bermajas dalam puisi Taufiq Ismail.
2.    Bahan informasi bagi bahan peneliti lanjutan yang lebih relefan terhadap penelitian itu.
3.    Mampu membedakan  berbagai jenis majas berdasarkan bahasa majas masing-masing
4.    Sumbangan pemikiran terhadap bahan ajar sastra yang berkenaan dengan majas dalam karya satra khususnya puisi.
1.3    Batasan Istilah
untuk menghindari kesalahan penafsiran tentang istilah yang digunakan, maka peneliti memberikan batasan istilah sebagai berikut:
1.    Puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu perasaan yang direkakan atau diangankan.
2.    Majas adalah peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan tentang Sastra
Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Sedangkan  dalam bahasa-bahasa barat isitilah sastra secara etimologi diturunkan dari bahasa latin literatura (litera: huruf atau karya tulis ). Istilah ini di pakai untuk meyebut tata bahasa dalam puisi.
Sumardjo (1986 : 3)mengemukakan definisi sastra yang lebih mudah dipahami, bahwa sastra adalah ungkapan perasaan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan dalam suatu bentuk  gambaran konkret yang meembangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Badudu (1975 : 5) menguraikan secara morfologi, bahwa kata kesustraan berasal dari kata su-satra, yang diberi imbuhan ke-an. Kata dasar susatra sebenarnya berasal dari kata sansekerta. “su” berarti baik, bagus, indah. Sedangkan sastra berarti tulisan. Kata su-satra sendiri dalam bahasa indonesia tidak hidup pemakainya, kecuali dalam kata bentuknya kesustraan. Untuk pengertian susatra dewasa ini dipakai kata sastra saja, sedangkan kesustraan mengandung pengertian jamak atau banyak yaitu semua meliputi sastra. Sastra dalam arti luas meliputi semua buku yang memuat ilmu pengetahuan, agam, filsafat, dan keterampilan.
Jadi sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi, sebuah dunia baru melanjutkan penciptaan di alam semesta bahkan menyempurnakanya. Sastra merupakan suatu luapan emosi yang spontan.

2.2 Konsep Puisi
Puisi didefinisikan sebagai karangan yang terikat oleh : (1) banyak baris dalam tiap bait. (2) banyak kata dalam tiap baris, (3) banyak suku kata dalam tiap baris, (4) rima dan irama. (Wirjosoedarmo dalam Pradopo 1990:5). Puisi adalah pendramaan pengalaman yang bersifat penafsiran (menafsirkan) dalm bahasa berirama.
    Puisi adalah bentuk karangan yang tidak terikat oleh rima, ritme ataupun jumlah baris serta ditandai oleh bahasa yang padat.
    Selanjutnya, Samuel (dalam Pradopo, 1990:6) mengemukakan bahwa puisi adalah kata-kata yang terindah dalam susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara sebaik-baiknya.
    Puisi merupakan pemikiran bersifat musikal. Penyair dalam menciptakan puisi memikirkan bunyi yang merdu seperti musik dalam puisinya (Carlyle dalam Pradopo, 1990:6).
       Puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam hidup kita. Misalnya saja peristiwa yang sangat mengesankan dan menimbulkan keharuan yang kaut, seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak, percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai. Semuanya itu merupakan deti-detik yang  sangat indah untuk di rekam (Shelley dalam Pradopo, 1990:6).
    Puisi mengekpresikan pemikiran yang membangkitkan perasaan, yang merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang direkam dan diekpresikan, dinyatakan dengan menarik dan memberi kesan. Puisi adalah rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, diubah dalam wujud yang paling berkesan.

2.3 Puisi sebagai Karya Seni
puisi dalam karya seni disebut puitis. Puitis mengandung nilai keindahan khusus puisi. Puitis sukar untuk didefinisikan dan sukar  juga untuk menguraikan bagaimana sifat-sifat yang disebut puitis. Dalam karya sastra disebut puitis jika hal itu membangkitkan perasaan, menarik perhatian, menimbulkan tanggapan yang jelas secara umum bila hal itu menimbulkan keharuan disebut puitis hal yang menimbulkan keharuan itu bermacam-macam sekali, sehingga kepuitisan pun bermacam-macam.
    Kepuitisan dapat dicapai dengan bermacam-macam cara, misalnya dengan bentuk visual: Tipografi, susunan bait dengan bunyi : persajakan, asonasi, aliterasi, kiasan bunyi, lambang rasa, dan orkestrasi, dengan pemilihan kata (diksi), atau bahasa, dan sebagainya. Dalam mencapai kepuitisan penyair biasanya mengunakan berbagai macam cara sekaligus bersamaan untuk mendapatkan jaringan efek puitis yang sebanyak-banyaknya, yang lebih besar daripada pengaruh beberap komponen secara terpisah penggunaanya. Antara unsur pernyataan (ekspresi), sarana kepuitisan yang satu dengan yang lainnya saling membantu, saling memperkuat dengan kesejajaranya ataupun pertentangan, semuanya itu untuk mendapatkan kepuitisan seefektif mungkin dan seintensif mungkin.
    Namun, untuk mengetahui kepuitisan lebih lanjut perlulah diketahui lebih dahulu unsur-unsur pembentuk puisi supaya pengetahuan tentangnya dapat lebih mendalam. Hal ini mengigat bahwa puisi itu merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya secara penuh perlu di analisis dengan teliti.
2.4 Bahasa Bermajas
Majas (figurative language) adalah bahasa yang digunakan penyair untuk mengatakan sesuatu dengan cara membandingkannya dengan benda atau kata lain. Majas mengiaskan atau mempersamakan sesuatu dengan hal yang lain. Maksudnya, agar gambaran benda yang dibandingkan itu lebih jelas.
Untuk menciptakan  unsur kepuitisan dapat dimanfaatkan satu sarana kebahsaan lainnya, yaitu bahasa bermajas. Bahkan bahasa sajak indetik dengan bahasa bermajas. Menurut kamus istilah sastra (Sudjiman, 1984 : 11) yang dimaksud dengan bahasa bermajas adalah bahasa yang mempergunakan kata-kata yang susunan dan artinya sengaja disimpankan dari susunan dan arti bahasa, dengan maksud mendapatkan kesegaran dan kekuatan ekspresi. Caranya ialah dengan memanfaatkan perbandingan, pertentangan atau pertautan, antara hal yang satu dengan hal yan g lain yang maknanya sudah dikenal oleh pembaca atau pendegar. Majas sendiri adalah peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari arti harfiahnya.
Dengan menggunakan bahasa bermajas maka sajak seringkali mempunyai arti tambahan dari sekedar arti yang dapat ditangkap dalam bentuk fisik yang ada. Majas banyak macamnya, meskipun demikian, majas tetap mempunyai ciri yang sama, yaitu mencoba memnghubungkan kemungkinan bentuk majas yang dapat dimanfaatkan oleh penyair.
    Menurut Kerbrat-Orecchioni (1986: hal. 94), semua jenis makna yang mengandung implisit dalam konteks tertentu dapat membentuk kehadiran majas. Menurut pendapatnya, majas hanyalah suatu kasus khusus dari fungsi implisit (dalam metafora, metonimi, sinekdoke, litotes, ironi, dan lain-lain). Dalam majas, bentuk yang implisit bersifat denotatif dan bentuk yang menggantikannya bersifat konotatif.
2.5 Jenis-Jenis Majas
•    Majas perbandingan adalah bahasa yang menyamakan sesuatu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata pembandind seperti : bagai, bak, seperti, laksana, umpama, ibarat dan lain-lain.
•    Majas pesonifikasi atau prosopopoenia adalah semacam gaya bahasa bermajas yang mengambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan (Keraf, 1984: 1440).
Majas Personifikasi adalah Majas yang melukiskan suatu benda dengan memberikan sifat – sifat manusia kepada benda, sehingga benda mati seolah-olah hidup. Contoh : Awan menari – nari di angkasa, baru saja berjalan 8 km mobilnya sudah batuk – batuk
•    Majas metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung tetapi dalam bentuk singkat.
Majas Metafora : Gabungan dua hal yang berbeda yang dapat membentuk suatu pengertian baru. Contoh : Raja siang, kambing hitam
•    Majas hiperbola adalah melibih-lebihkan sesuatu.
•    Majas alegori biasa dilakukan dengan cara menampilkan suatu cerita singkat yang mengan dung makna kiasan.
Majas Alegori : Majas perbandingan yang memperlihatkan suatu perbandingan yang utuh. Contoh : Suami sebagai nahkoda, Istri sebagai juru mudi

•    Majas  parabel atau parabola merupakan suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh biasanya manusia yang selalau mengandung tema moral.
•    Majas fabel suatu bentuk pengucapan yang dapat dikategorikan kepada bentuk bahasa bermajas metafora juga, yaitu metafora berbentuk cerita mengenai binatang.
Fabel: Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan bertutur kata.





BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN


3.1 Metode dan Jenis Penelitian
3.1.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Dikatakan deskriptif karena dalam peneliti ini mendeskripsikan data yang akan dianalisis berupa majas-majas yang terdapat dalam puisi Taufiq Ismail. Dikatakan kualitatif karena dalam menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan satu sama lain dengan menggunakan kata-kata atau kalimat bukan menggunakan angka-angka statistik.
3.1.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kepustakaan ( library research) yaitu dengan jalan mengadakan studi lewat bahan bacaan yang relevan serta mendukung berjalanya penelitian ini.
3.2 Data dan Sumber Data
3.2.1 Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tertulis berupa lima puisi karya Taufiq Ismail. Lima puisi yang dimaksud adalah : (1) Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf, (2) Adakah Suara Cemara, (3) Api Menyiram Hutan, (4) Menunggu Itu, dan (5) Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam.


3.2.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan sajak yang sudah diterbitkan karya Taufiq Ismail. Diantaranya: : (1) Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf, (2) Adakah Suara Cemara, (3) Api Menyiram Hutan, (4) Menunggu Itu, dan (5) Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
    Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah teknik baca-catat, yaitu data diporoleh dari hasil membaca dan mencatat informasi yang sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.
3.4 Teknik Analisis Data
Teknik ini akan dianalisis dengan menggunakan pendekatan struktural. Artinya karya sastra (puisi) dianalisis berdasarkan strukturnya yang otonom. Adapun pendekatan karya sastra yang dimaksud dalam penelitian ini mengacu dalam diri karya sastra (unsur intrinsik) yang menyangkut majas yang digunakan pengarang.





BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1    Hasil Penelitian
Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf

Sekarang bayangkanlah saya memegang terali pertama
Tuan Yusuf,
dan memandang bekas tumpak bumi
Kemudian liat saya keluar bangunan itu,
pergi ke empat kuburan nisan berjajar,
tiada bernama tapi terukir Asmaul Husna,
Di situ empat orang terbujur
mungkin ulama, mungkin komandan pasukan
Tuan Yusuf,
mungkin orang Makasar, Bugis atau Banten.

Kemudian bayangkan sebuah meriam bercat hitam
menunjuk cakrawala langit Afrika.
Ikutilah kini saya surut tiga abad mengingat-ingat
jalan pertempuran ketika Tuan Yusuf jadi komandan.

Dengar angin bertiup di Faure waktu itu
mungkin dari dua samudera yang bersalam-salaman
di tanjung paling ujung
mungkin juga suhu dingin dari Kutub Selatan.

Lihat dedaunan musim rontok pada dedahanan
mengitari teluk bermerahan
yang berbisik-bisik menyanyi ketika warna ganti berganti.

Dapatkah kita membayangkan
Tuan Yusuf
seorang sufi yang cendekia
zikir membalut tubuhnya karangan mengalir
melalui kalam terbuat dari sembilu bambu
dengan dawat berwarna merah dan hitam jadi buku
dalam tiga bahasa

lantai fantasikan tulang-belulang seorang pemberani
tersusun dalam peti
berlayar lebih 10.000 kilometer lewat dua samudera
suara angin dari barat menampar-nampar tujuh layar
di pesisir Celebes buang jangkar
lalu orang-orang bertangisan menurunkan Tuan Yusuf penuh hormat
ke dalam bumi Lakiung dekat tempat
ibunya Aminah bertumpah darah melahirkan.

Wahai sukarnya bagiku mereka-reka garis wajahmu
ya Syekh
karena rupa tuan tidak direkam dalam fotografi alam ini
tidak juga dibuatkan lukisan pesanan pemerintah
dalam potret cat akrilik lima warna
namun kubayangkan sajalah kira-kira
wajah seorang sangat jantan, 65, bermata tajam
bernafas ikhlas berjanggut tipis bersuara dalam bertubuh langsing
berbahasa fasih Makasar Bugis Arab Belanda dan Melayu.

Orang-orang Tanah Rendah itu takut pada Tuan.
Dan sebenarnya di lubuk hati Gubernur
dan manajer-manajer maskapai dagang VOC
yang benar-benar menyalakan meriam dan mesiu itu
mereka kagum pada Tuan
Tapi mereka mesti mmbuang Tuan ke Batavia, Ceylon,
lalu 10.000 kilometer ke benua ini
karena mereka tak mau tergaduh dalam pengumpulan uang emas
disusun rapi dalam peti-peti terbuat dari kayu jati dengan bingkai besi
begitu kubaca catatan mereka.

Apa format dan fisiologi kecendikian dan kejantananmu ya Syeikh?

Perhatian kini kabut jadi gulung-gemulung mega,
lepas meluncur cepat dari gunung meja
yang memandang dua samudera.

Aku merasakan angin musim gugur bulan April berkata
kau merdeka hari ini karena tiga abad lalu
Syeikh Yusuf
Telah membabat hutan rotan dan menyibakkan ilalang berduri untukmu

Aku mendengar zikir mengalir
Lewat sembilan burung camar
Yang sayapnya seperti bertombak menyanyi.

Cape Town, 26 April 1993.


Buat Ati

Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah melintas sepintas
Gemerisik dedaunan lepas

Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu
Gugusan mega
Ialah hiasan kencana

Adakah suara cemara
Mendesing menderu padamu
Adakah lautan ladang jagung
Merombakkan suara itu.

1993



Api Menyiram Hutan

Tiga juta hektar
Halaman surat kabar
Telah dirayapi api
Terbit pagi ini
Panjang empat jari
Dua kolom tegaklurus
Dibongkar dari pik-ap
Rubuh dari percetakan
Ditumpuk atas jalan
Dibereskan agen koran
Sebelum matahari dimunculkan
Dilempar ke pekarangan
Dipungut oleh pelayan
Ditaruh di meja makan
Ditengok secara sambilan
Dasi tengak diluruskan
Rambut isteri penataan
Empat anak berseliweran
Pagi penuh kesibukan
Selai di tangan
Roti dalam panggangan
Ketika tangan bersilangan
Kopi tumpah di bacaan
Menyiram tiga juta hektar koran
Dua kolom kepanjangan
Api padam menutup hutan
Koran basah dilipat empat
Keranjang plastik anyaman
Tempat dia dibuangkan
Tepat pagi itu
Jam setengah delapan.



Menunggu Itu

Menunggu itu sepi
Menunggu itu puisi
Menunggu itu nyeri
Menunggu itu begini:

Sebuah setasiun kereta api
Di negeri sunyi
Malam yang berdiri disini
Ada wajahmu dan wajahku
Benarkah jadi begini?

Rambutnya hitam sepi itu
Rambutnya putih sepi itu
Sunyi adalah sebuah bangku kamar tunggu
Dan jam tuan berdetik di atas itu

Sunyi itu tak pernah tidur
Sunyi itu tamu yang bisu
Menawarkan rokok padamu

Sunyi itu mengembara ke mana
Sunyi kota gemuruh
Sunyi padang penembakan
Sunyi tulang-belulang

Sebuah dunia yang ngeri
Menyuruh orang menanti
Ada karcis, ada kopor yang tua
Perjalanan seperti tak habisnya

Menunggu itu sepi
Menunggu itu nyeri
Menunggu itu teka-teki
Menunggu itu ini.


Resepsi Baca Puisi Di Balai Kota Rotterdam

Siang panjang di bandar udara Schipol, 23 tahun silam
Matahari musim panas setia mengirim cahaya
Ladang-ladang baru usai menyiarkan warna-warna tulipa
Ada gemeretak bunyi roda trem,ada aliran air di Heerengracht,
Ada sungai meninggi jalanan. Laut di bendung, negeri sepatu kayu
Bertabur rel kereta api, mendesiskan irama presisi
Kawanan sapi putih-hitam, kelepak sayap merpati di Dam
Pagar  jantung raja perempuan, gedung Konverensi Meja Bundar
Pelabuhan raksasa, deretan gudang dan cakar luka perang
Kini orang ramai di Balai Kota Rotterdam. Sebuah resepsi
Berbagai negeri mengirimkan arsitek dan insinyur puisi
Semua tertawa-tawa, semua senyum-senyum, memegang gelas kecil
Tiba-tiba sekali aku teringat pada datukku
Dari abad yang lalu. Lima-enam generasi lewat tahunnya
Sepulang dari Mekkah, bersama dua orang sahabatnya
Dan muridnya Peto Sjarif dari Bondjol, pemberani tak tertandingi
Mengarahkan penduduk bertempur melawan serdadu Belanda
Mereka mengenakan pakaian panjang putih, berserban putih bersih
Dia tertangkap dan wafat terbuai di tiang gantungan
Jenazahnya di sembunyikan mereka, tak ada maklumat dimana makamnya
Wahai Hadji Miskin, kakek kami, dimana dattuk berkubur
Di ngarai mana, di bukit mana, di laut mana
Jasadmu disembunyikan serdadu Belanda
Tiba-tiba aku terjaga di ruang resepsi Balai Kota Rotterdam
                                         Seabad setengah kemudian
Orang tawa-tawa, senyum-senyum, orang minum-minum
Tangan siapa membuhul lalu mengalungkan tali gantungan
Ke leher Hadji Miskin
Dalam resepsi ini orang tawa-tawa, senyum-senyum, minum-minum
Tangan siapa, tangan siapa, tangan siapa
Barangkali, begitu fikirku, cucu serdadu itu...
Barangkali, ada cucu serdadu itu di resepsi ini
Bagaimanakalau kini aku umumkan sebuah interupsi:
“Attentie, attentie”
Sambil mendentingkan sendok kecil ke gelasku
Kemudian orang-orang sangat sopan berpaling ke arahku
“Maaf, aaa, apakah ada datuk-datuk kalian
Pada abad yang lalu datang ke negeri saya
Dan ikut dalam perang paderi?”
Semua heran dan diam
“Maaf, aaa, kakek saya, di tangkap dan di gantung
Dalam perang itu. Namanya Hadji Miskin
Jenazahnya tidak di serahkan pada keluarga
Adakah kakek-kakek kalian bercerita tentang, aaa,
Penggantungan seorang lelaki bergamis putih
Kampungnya Pandai Sikek di kaki Gunung Singgalang
Berserban putih, dan kuburnya di rahasiakan? Pernahkah?
Soalnya, tadi ada informasi ini dari
Koninklijk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Wetenschappe
Adakah? Saya hanya ingin tahu di mana kuburnya. Itu saja
Saya tudak membawa lipatan dendam dalam dompet saya. Sungguh.”
Ruang itu hening seperti kuburan
Terik bagai kemaraujam dua lewat tenga hari
Sungguh tidak sopan,  seorang tamu Rotterdamse Kunstichting
Untuk mengajukan pertanyaan ini. Dia sudah terlambat
                                      Satu setengah abad.



4.2    Pembahasan Hasil Penelitian
Majas Perbandingan
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf” terdapat majas perbandingan, majas perbandingan itu terdapat pada:
    Terdapat pada bait 12 larik 3 yang berbunyi “ yang sayapnya seperti berombak bernyanyi. Kata seperti pada kutipan puisi tersebut menunjukkan bahwa kata tersebut merajut pada majas perbandingan karena salah satu cirri majas perbandingan adalah adanya kata “ seperti”.
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “ Adakah Suara Cemara” tidak ditemukan adanya majas perbandingan
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Api Menyiram Hutan” tidak ditemukan adanya majas perbandingan
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Menunggu Itu” jika dianalisis secara teliti maka kita akan menemukan adanya majas perbanding didalamya. Kata yang menunjukkan majas perbandingan dalam puisi tersebut adalah:
    Pada bait pertama yaitu:
Menunggu  itu sepi
Menunggu itu puisi
Menunggu itu nyeri
Penggalan puisi diatas jika diteliti dengan cermat maka bunyi pada beberapa kata dapat disamakan dengan majas perbandingan. Kata-kata itu dapat diubah menjadi: “menunggu itu bagai sepi tanpa ada suara, menunggu itu bagaikan mencari makna puisi, menunggu itu bagai merasakan nyeri yang melanda diri kita dan susah untuk disembuhkan.”
Kata-kata bagai, bagaikan pada kalimat diatas menunjukkan kata bahasa bermajas. Itu berarti pada bait pertama pada puisi karya Taufiq Ismail yang bejudul “Menunggu Itu” memiliki majas perbandingan.
    Pada bait keempat larik pertama dan kedua yaitu:
Sunyi itu tak pernah tidur
Sunyi itu tamu yang bias
Penggalan puisi diatas jika diteliti cermat juga akan sama hasilnya dengan penggalan puisi pada bait pertama, kata-katanya mengadung bahasa bermajas yaitu: “ sunyi itu diibaratkan dengan orang yang tak pernah tidur namun tetap merasakan kesendirian, sunyi itu dapat diibratkan dengan tamu yang dating ke rumah kita, tak ada suara yang dihasilkan.
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “ Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam” terdapat majas perbandingan pada bait pertama larik  ke-54 yang berbunyi: “terik bagai kemarau jam dua lewat tengah hari” kata tersebut berarti terik yang dirasakan saat itu bagaikan teriknya matahari pada jam dua lewat pada tengah hari.
Majas Personifikasi
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf”, terdapat banyak majas personifikasi di dalamnya, yaitu:
    Pada larik pertama dan kedua bait pertama pada puisi tersebut yang benbunyi” “kemudian bayangkanlah sebuah meriam bercat hitam menunjuk cakrawala langit Afrika”.
Kata “sebuah meriam bercat hitam menunjuk cakrawala langit Afrika” merupakan majas personifikasi karena meriam bercat hitam dalam dunia nyata tidak mungkin dapat menunjuk cakrawala langit Afrika.
    Pada larik pertama dan kedua bait ketiga yang berbunyi:
Lihat dedaunan musim rontok pada dedahanan
Mengitari teluk bermerahan
yang berbisik-bisik bernyanyi ketika warna ganti berganti”
kata “dedaunan musim rontok pada dedahanan mengitari teluk bermerahan yang berbisik-bisik bernyanyi ketika warna ganti beganti” pada penggalan puisi diatas merupakan kata yang menunjukkan majas personifikasi, Karena dedaunan tidak akan mungkin bias mengitari teluk bermerahan juga tidak akan mungkin bias bebrbisik-bisik bernyanyi ketika warna ganti berganti.
    Pada larik keempat dan kelima bait keempat yang berbunyi:
“ Zikir membalut tubuhnya karangan mengalir
Melalui kolam terbuat dari sembilu bamboo”
Kata zikir membalut tubuhnya pada penggalan puisi diatas merupakan majas personifikasi karena zikir tidak mungkin dapat membalut tubuh seseorang, yang dapat membalutnya adalah orang itu sendiri.
    Pada larik pertama bait kelima yang berbunyi:
“Lantai fantasikan tulang-belulang pemberani”
kata pada larik pertama bait kelima pada penggalan puisi diatas merupakan majas personifikasi karena lantai tidak akan mungkin bisa menfantasikan tulang-belulang pemberani, yang bias memfantasikn sesuatu hanyalah manusia lewat akal yang dia miliki.
    Pada larik keempat bait kelima yang berbunyi:
“ Suara angin dari barat menampar-nampar tujuh layar”
kata pada larik keempat bait kelima pada penggalan puisi diatas merupakan majas personifikasi karena suara angin tidak mungkin dapat menampar-nampar tujuh layar
    Pada larik pertama bait kesepuluh yang berbunyi:
“ Aku merasakan angin musim gugur bilan April berkata”
kata pada larik pertama bait kesepuluh pada penggalan puisi diatas merupakan majas personifikasi karena angin musim gugur tidak mungkin dapat mengatakan sesuatu, sesuatu yang dapat berkata-kata adalah manusia.
    Pada bait kesebelas yang berbunyi:
“aku mendengar zikir mengalir
Lewat sembila burung camar
Yang sayapnya seperti berombak menyayi”
kata pada bait kesebelas pada penggalan puisi diatas merupakan majas personifikasi karena kita tidak mungkin mendengar zikir mengalir lewat burung camar, zikir dapat kita dengar lewat manusia. Dan sayap Sembilan burung camar tidak mungkin dapat berombak menyanyi.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Buat Ati” terdapat majas personifikasi didalamnya, yaitu:
    Pada bait kedua yang berbunyi:
“Deretan bukit-bukit biru
Menyeru lagu itu”
kata pada bait kedua pada penggalan puisi diatas merupakan majas personifikasi karena deretan bukit-bukit tidak akan mungkin bias menyerukan sebuah lagu.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Api Menyiram Hutan” tidak ditemukan majas personifikasi didalamnya.
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Menunggu Itu” ” tidak ditemukan majas personifikasi didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam ” tidak ditemukan majas personifikasi didalamnya.
Majas Metafora
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf”, ” tidak ditemukan majas metafora didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Buat Ati” ” tidak ditemukan majas metafora didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Api Menyiram Hutan” tidak ditemukan majas metafora didalamnya.
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Menunggu Itu” ” tidak ditemukan majas metafora didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam ” tidak ditemukan majas metafora didalamnya.

Majas Alegori
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf”, ” tidak ditemukan majas alegori didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Buat Ati” ” tidak ditemukan majas alegori didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Api Menyiram Hutan” tidak ditemukan majas alegori didalamnya.
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Menunggu Itu” ” tidak ditemukan majas alegori didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam ” tidak ditemukan majas alegori didalamnya.

Majas Parable
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf”, ” tidak ditemukan majas parable didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Buat Ati” ” tidak ditemukan majas parable didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Api Menyiram Hutan” tidak ditemukan majas parable didalamnya.
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Menunggu Itu” ” tidak ditemukan majas parable didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam ” tidak ditemukan majas parable didalamnya.

Majas Fabel
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Sembilan Burung Camar Tuan Yusuf”, ” tidak ditemukan majas fabel didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Buat Ati” ” tidak ditemukan majas fabel didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Api Menyiram Hutan” tidak ditemukan majas fabel didalamnya.
    Pada puisi karya Taufiq Ismail yang berjudul “Menunggu Itu” ” tidak ditemukan majas fabel didalamnya.
    Pada puisi karya Taufik Ismail yang berjudul “ Resepsi Baca Puisi di Balai Kota Rotterdam ” tidak ditemukan majas fabel didalamnya




BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada Bab IV, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa, majas adalah peristiwa pemakaian kata yang melewati batas-batas maknanya yang lazim atau menyimpang dari  arti harfiahnya. Dalam puisi karya Taufiq Ismail  indetik menggunakan majas, baik majas personofikasi maupun majas yang lain. Adapun  majas yang paling dominan diantara puisi-puisi tersebut adalah majas personifikasi.

5.2 Saran
Bagi teman-teman yang mendapatkan materi ini, agar teliti dalam mengkajinya karena majas yang satu dan yang lain saling terikat, dalam hal ini sulit untuk membedakanya. Contohnya antara majas personifikasi dan metafora.



DAFTAR PUSTAKA



Arya, Putu. (1983). Apresiasi Puisi dan Prosa. Ende Flores: Nusa Indah.
Riyanto,Slamet. 2005. Pengantar Teori Sastra. Malang:________. ____________. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang.
Riyanto,Slamet. 2005. Pengantar Teori Sastra. Malang:________.
___________. 2000. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: Universitas Negeri Malang Puisi: Definisi Unsur-Unsurnya.___:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar